AddThis

Share |

Sabtu, 15 Mei 2010

Bab XXI

17 april tahun 25
jam bandul tua menunjuk angka 12. angka di ujung segala kebaikan
13 angka itu. duduk menunggu di tepi pintu menanti jarum jam panjang 
detak detik ke dekapannya. sekali.

lagi dia tak mengenainya.
aku ada dalam bayang nyata. katanya di tengah gedebak gedebuk buku-buku terjatuh
lahir untuk menangi?
tidak mungkin. lagi. siapa peduli.

pada angka 13
lemah-lemah dia tatap air di danau
terpantul juga. ketakutan wajah merah mudanya. pelangi di atas langit melengkung dari ujung ke ujung.
menunggu-nunggu

aku citra dirinya. melepas angin selepas bebas. sepoi. hidup cuma ini. mari birukan hati ini. hari ini. dengan melototkan mata bila dekat-dekat hari. dia datang menggunting tepat di tengah jahitan hidup. kau dengar bisikan itu? dengar. ada hidup di luar sana. ada kami di luar sini. kami yang merasa seperti rasa kami yang terlahir. bagai hari pertama mata silau oleh cahaya di kamar serba putih. di sini juga putih. tapi dengarkan lagi. masih bisa kau dengarkan mimpi yang belum jadi kenyataan.

kita bertiga. ah bukan. berempat kami bersama menanti ceramah dari yang aku ini. dia yang membawa aku sampai di sini. merasakan peti. baik. teruskan. aku akan diam. ok. hiduplah hidup. kau hidup? ya kau ini hidup. lihat remang di depan. itu jalan remang. terang tak pernah ada sayang. remang. remang yang ada. aku tak mau. menyerah saja padaku. hai kecil. aku pemimpinmu. maafkan! ampun. ampun. jangan coba mendesakku lagi. kenapa kau pengaruhi aku? kenapa kalian ajari aku yang seperti ini.

pergi. pergi. ini hidupku. ini pelangiku. ini hidupku.
masih panjang
masih remang
selamat berjuang
jangan kekang.
ah..ah..ah..lo

2 komentar:

Unknown mengatakan...

tulisanx kecil2 bgt euy...

A. Moses Levitt mengatakan...

tq bwt masukanx..ntar aq edit

 
Powered by Blogger